Ada pertanyaan dari pembaca buku-buku saya yang diterbitkan Penerbit Andi (“Siapa Bilang Buka Usaha Itu Susah”, “Resep Kaya Ala Orang Cina”, “Hidup Kaya Tanpa Bekerja”), seputar cara membuka usaha serta masalah penanganan hak cipta suatu produk:
(Kerahasiaan identitas penanya & privasi 100% dirahasiakan demi kenyamanan bertanya)
At Saturday, August 29, 2009 9:07 AM, Miss X wrote:
Selamet malam pa eka apa kabar?....
Mohon dijelaskan bagaimana cara & pengalaman pa eka membuka usaha?
Bolehkah saya minta tips bagaimana caranya memulai bisnis dengan baik.
Sebagai orang awam dibidang bisnis & saya mau tanya bagaimana caranya memperoleh merek seumpamanya saya punya product tertentu & saya ingin memasarkannya tapi saya ingin product saya ini ada mereknya cara mendapatkan mereknya qta harus bikin dimana? kalau ada mereknya pasti orang lebih tertarik dengan produk ini bagaimana ya pa?
terimasih pa
saya tunggu balasanya
salam
Jawaban saya:
Salam kasih, Miss X.
Pertama, saya ini bukan ahlinya bisnis. Jujur saya sendiri masih termasuk hijau, dan masih harus banyak belajar. Apabila saya diperkenankan memberi saran, anggaplah sebagai sharing saja, sebab saya pun masih perlu banyak mendalami berbagai ilmu.
Untuk tipsnya membuka usaha dari nol, sebenarnya sudah dijabarkan mendetail dari memilih lini bisnis, mendapat karyawan, lokasi, hingga opening & bisnis jalan, di buku saya: “Siapa Bilang Buka Usaha Itu Susah” (Aspek Teknis Bisnis), yang bisa dibeli di www.andipublisher.com. Namun, sebagian kecil triknya akan saya jabarkan kembali disini.
Dari pengalaman, kegagalan seorang pemula di bisnis, ada pada beberapa hal:
(1) Tidak adanya pengelolaan anggaran keuangan yang baik.
(2) Minimnya pengalaman.
(3) Kurangnya survey.
(4) Salah memilih lokasi.
Untuk mengatasi yang pertama, yang harus dilakukan sebenarnya amat sederhana. Pastikan Miss jangan mengambil bisnis dengan dana mepet. Maksudnya begini, jika modal awal bisnisnya 20 juta & operasional bulanannya 1 juta, maka ada baiknya dana yang dimiliki minimal 26 juta. Lho, mengapa? Perhitungannya: 20 juta + 6 juta untuk cadangan dana operasional selama 6 bulan. Standar saya malah 28 juta. Mengapa? Sebab ditambah 2 juta untuk cadangan manuver manajemen. Sebab tidak mungkin kan seorang pemula bisa langsung merancang manajemen yang baik. Tentunya butuh trial error dulu, sebagaimana orang berlatih sepeda tidak mungkin kan langsung bisa mendapat strateginya yang masak.
Nah, solusi atas persoalan pertama sebenarnya gampang saja khan? Yang perlu ditekankan, jangan sampai alam bawah sadar menganggap bisnis itu mengerikan. Prinsipnya, santai saja, tetapi tetap serius memperhitungkan segala sesuatunya. Seimbang.
Kedua, persoalan pengalaman bisa diatasi dengan memperkerjakan karyawan yang pernah bekerja lama di bidang tersebut. Jadi kalau misalnya produk Miss adalah busana, bisa mencari karyawan yang berpengalaman di bidang busana, misalnya pernah bekerja di marketing busana, kenal distributornya, kenal relasi resellernya, mengerti pasarnya, dsb. Nanti tinggal digaji agak tinggi, lalu disuruh transfer ilmu ke kita. Rugikah kita menggajinya sedikit di atas standar? Tentu tidak, anggap saja cost untuk mendapatkan ilmu. Saya kira cukup sebanding adanya.
Ketiga, untuk masalah survey, Miss bisa melakukan survey ke pesaing secara mendalam. Minimal 1 bulan lamanya. Pertanyaan yang bisa diajukan: bagaimana cara mereka memproduksi produknya, bagaimana cara mereka menekan biaya produksi, bagaimana cara mereka melakukan marketing, bagaimana cara mereka memenangkan persaingan, siapa saja pangsa pasarnya, dsb.
Terakhir, mengenai lokasi, Miss bisa mengatasinya dengan cara melakukan survey ke berbagai toko pesaing. Cari tahulah mengapa toko itu bisa laris. Mungkin karena ada kampus di dekatnya, mungkin karena dekat kos-kosan remaja putri, mungkin karena di daerah jalan besar, dsb. Nah, dari sana nanti Miss bisa tahu lokasi strategis itu dimana saja.
Sampai disini, jika ditelaah, sebenarnya bisnis itu tidak rumit khan? Jadi, keep it enjoy saja...
Apabila Miss menginginkan adanya merek, Miss bisa mendaftarkan diri ke Pusat Hak Cipta di Jakarta. Ada birokrasi khusus yang menangani HAKI di Jakarta sana, biasanya persoalan hak cipta yang ditangani berkisar seputar paten atau merek. Mengenai perbedaannya, Miss bisa melihat definisinya di ensiklopedi wikipedia. Biasanya pendaftaran merek akan berlaku hingga 10 tahun sekali daftar.
Namun saran saya, untuk awalnya tidak usah mendaftarkan merek ke Jakarta dulu. Pada teorinya, pendaftaran merek cukup mengisi bio data & sejumlah form, serta membayar puluhan hingga ratusan ribu saja. Namun pada praktiknya, biasanya pengurusan merek dilakukan melalui jasa ahli hukum, dan butuh minimal 2 juta-an.
Padahal, ketika kita mulai berbisnis, belum tentu kita butuh pendaftaran HAKI atas merek. Ya kalau usaha kita lancar saja, bagaimana kalau malah seret atau bahkan bangkrut? Pengalaman saya pertama membuka usaha, bukannya lancar, malah kolaps. Jadi berdasar pengalaman pribadi, fokus utama seorang pengusaha awal bukanlah mengurus hak cipta atau membuat cabang, sebagaimana apabila bisnis sudah tumbuh, melainkan berfokus pada persoalan mempertahankan profit lebih dulu. Jangan sampai bisnis malah defisit dan akhirnya kolaps. Jadi, merek harus ada, tetapi tidak usah didaftarkan dulu. Kecuali bisa bisnis sudah tumbuh, dan mau dicabangkan, mau di-franchisekan, atau mau di-publikasikan ke media massa, nah merek harus didaftarkan ke hak cipta agar tidak bisa “dirampok” orang.
Untuk pembuatan merek, silakan membuat merek yang simpel saja, agar mudah masuk alam bawah sadar pangsa pasar. Ciptakan merek yang hanya terdiri dari garis, lingkaran, kotak, atau bentuk khas yang mudah diingat. Untuk warna, gunakan hanya 3 warna, merah, biru, hijau. Atau merah, kuning, hijau saja. Tujuannya selain agar merek simpel & mudah diingat, juga ketika kita butuh membuat print nota berlembar2, biaya printingnya murah adanya. Contohnya, logo Bank Mandiri yang simpel dan mudah diingat, tetapi masih cukup khas. Coba lihat berapa biayanya jika kita mencetak nota dengan logo seperti itu? Tentu biaya tinta printingnya kecil sekali.
Terakhir, saran saya, dalam pemasaran, jangan sekedar mengandalkan merek atas produk. Merek memang membantu, tetapi jangan dijadikan satu-satunya pusat kekuatan pemasaran. Perkuat juga kualitas produk, analisis atas selera pasar, pemilihan lokasi yang bagus, harga yang bersaing, serta kemudahan transaksi. Saya pernah membuka usaha yang ada mereknya, tetapi nyaris kolaps, karena salah memilih lokasi. Baru setelah saya melakukan re-lokasi, baru usaha mulai bernafas kembali. Jadi, jangan sekedar mengandalkan merek saja. Gunakan sistem pemasaran yang menyeluruh di semua aspek.
Lebih lanjut, apabila Miss tinggal di Yogya, bisa privat bisnis via tatap muka langsung dengan saya. Nanti saya akan membantu membuatkan kerangka rancangan bisnisnya. Jika Miss tidak tinggal di Yogya, tetap bisa privat bisnis ke saya via jarak jauh melalui email. Akan dipandu selama 3 bulan ke depan.
Demikian jawaban saya. Kalau masih ada kebingungan, tidak usah sungkan bertanya kembali kepada saya. Sedapatnya saya pasti akan menjawabnya.
Best regards,
Eka Dharma Pranoto,
Author of “Siapa Bilang Buka Usaha Itu Susah”, “Hidup Kaya Tanpa Bekerja”, “Resep Kaya Ala Orang Cina” (tiga panduan buku bisnis-investasi-motivasi paling best seller, www.andipublisher.com keyword: “eka dharma”).
Privat bisnis, reksadana, order pembuatan software, menambah penghasilan via jadi makelar software. Murah, bergaransi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar